Khabar Southeast Asia

Indonesia: Umat Budha merayakan Waisak, hari raya perdamaian

Oleh Zahara Tiba untuk Khabar Asia Tenggara di Jakarta

Mei 13, 2012

Pada puncak perayaan Waisak di candi Borobudur di Indonesia, ribuan lampion dilepas ke langit yang diterangi sinar bulan. [Zahara Tiba/Khabar]

Pada puncak perayaan Waisak di candi Borobudur di Indonesia, ribuan lampion dilepas ke langit yang diterangi sinar bulan. [Zahara Tiba/Khabar]

Keragaman tradisi keagamaan di Indonesia mendapat sorotan pekan lalu ketika umat Budha di negara itu – yang merupakan jumlah kecil namun penting di negara Asia Tenggara itu - merayakan hari suci mereka, Waisak.

Ribuan pengikut dari seluruh Indonesia dan seluruh dunia menghadiri perayaan dua hari di Borobudur, candi Budha terbesar di negara itu. Sebagai situs Warisan Dunia UNESCO, candi itu terletak di Jawa Tengah.

Di antara mereka yang hadir adalah Choje Lama Puntsok, kepala Institut Karma Lekshey Ling, yang datang jauh-jauh dari Nepal. Ini adalah kunjungan pertamanya ke Indonesia.

Para biksu berdoa selama berlangsungnya upacara Waisak, yang memperingati kelahiran, pencerahan dan kematian Siddartha Gautama. [Zahara Tiba/Khabar]

Para biksu berdoa selama berlangsungnya upacara Waisak, yang memperingati kelahiran, pencerahan dan kematian Siddartha Gautama. [Zahara Tiba/Khabar]

"Saya datang ke Indonesia karena negara ini memainkan peran penting dalam mempromosikan perdamaian di seluruh dunia," kata biksu berumur 62 tahun itu, yang datang bersama dengan 20 orang muridnya untuk membahas rencana pembangunan vihara baru dengan rekan sesama umat Buddha.

Waisak, yang secara informal dikenal sebagai "hari kelahiran Buddha", memperingati kelahiran, pencerahan dan kematian Siddhartha Gautama, seorang yang bijaksana dari abad ke-5 yang dipercaya telah hidup dan mengajar di wilayah yang sekarang ini dikenal sebagai negara India dan Nepal. Para pengikutnya percaya bahwa ajarannya akan membawa kepada pembebasan dari siklus tidak berujung akan kelahiran, kematian dan kelahiran kembali.

Pada hari Sabtu (5 Mei), para biksu dan anggota komunitas Budha berjalan dari desa Mendut ke Borobudur, yang terletak sejauh sekitar 5 kilometer. Sesuai dengan tradisi, mereka membawa serta air suci dan api abadi - simbol kesempurnaan dan kesucian - bersama dengan persembahan berupa beras, buah dan sayuran. Penari setempat menemani mereka di sepanjang jalan.

Di Borobudur, umat Budha bergabung dalam prosesi dan kemudian mengitari candi itu tiga kali searah jarum jam yang dikenal dengan sebutan Pradaksina. Musik Budha dimainkan pada saat mereka berjalan, dengan lilin di tangan dan bulan purnama raksasa - hasil dari massa bulan yang mencapai titik terdekat dengan bumi pada orbitnya – yang muncul di langit yang gelap.

Upacara diakhiri dengan pelepasan 1.000 lentera, lambang harapan masyarakat, ke udara.

Meskipun umat Budha hanya berjumlah kurang dari 2% dari jumlah penduduk Indonesia, agama kuno ini memiliki makna budaya dan sejarah yang dalam. Ini adalah agama utama di Jawa dan Sumatra selama berabad-abad, meskipun pengaruhnya mulai menurun pada abad ke-13 setelah kedatangan Islam.

Dewasa ini Borobudur adalah satu-satunya daya tarik wisata negara ini yang paling banyak dikunjungi, dengan jumlah pengunjung mencapai 3 juta setiap tahun.

Untuk merayakan Waisak, para pemimpin Budha dan otoritas candi memutuskan untuk tidak membatasi akses ke candi itu selama perayaan, meskipun mereka berusaha untuk mengatur gelombang wisatawan untuk menghindari gangguan.

"Adalah baik untuk menarik pengunjung selama Waisak. Dengan lebih banyak wisatawan lokal dan asing, perayaan ini juga membantu meningkatkan ekonomi setempat," demikian kata Hartati Murdaya, Ketua Perwalian Umat Budha Indonesia (Walubi).

Para pria berpakaian upacara bergabung dalam prosesi dengan berjalan kaki dari Mendut ke candi Borobudur, yang berjarak 5 kilometer. [Zahara Tiba/Khabar]

Para pria berpakaian upacara bergabung dalam prosesi dengan berjalan kaki dari Mendut ke candi Borobudur, yang berjarak 5 kilometer. [Zahara Tiba/Khabar]

Bersamaan dengan perayaan hari suci itu, organisasinya menyediakan 160 dokter yang memberikan perawatan medis gratis kepada sekitar 9.000 pasien yang datang ke Borobudur untuk mendapatkan pengobatan atas berbagai penyakit.

"Ini adalah bagian dari upaya kami untuk meningkatkan kesadaran sosial di kalangan umat Budha agar peduli kepada orang lain, seperti yang ditunjukkan oleh tema Waisak tahun ini - yang adalah untuk meningkatkan cinta kasih (metta) dan welas asih (karuna)," demikian kata Hartati kepada Khabar Asia Tenggara.

Dia menyuarakan harapan bahwa pemerintah Indonesia akan membantu meningkatkan infrastruktur baik di Borobudur maupun candi-candi di sekitarnya dan menyatakan harapannya bahwa negara ini berada di jalur yang benar.

"Saya berharap kita semua dapat mempertahankan apa yang telah dicapai negara sejauh ini dan bekerja lebih keras untuk membawa kesejahteraan bagi negara," kata Hartati.

Awal Tentang Kami Sanggahan +Fullsite