Khabar Southeast Asia

  • English
  • Bahasa

Indonesia: Mengikuti uang ke arah taktik pendanaan teror baru

Oleh Elisabeth Oktofani untuk Khabar Southeast Asia di Jakarta

Juli 12, 2012

Ansyaad Mbai, pemimpin Badan Nasional Penanggulangan Terorisme Indonesia (BNPT), berbicara dengan para wartawan pada tanggal 20 Juni di Jakarta. Kaum ekstrimis yang mengalami kesulitan dana sedang mencari cara baru untuk meningkatkan dana, menurutnya. [Elisabeth Oktofani/Khabar].

Ansyaad Mbai, pemimpin Badan Nasional Penanggulangan Terorisme Indonesia (BNPT), berbicara dengan para wartawan pada tanggal 20 Juni di Jakarta. Kaum ekstrimis yang mengalami kesulitan dana sedang mencari cara baru untuk meningkatkan dana, menurutnya. [Elisabeth Oktofani/Khabar].

Pihak berwenang di Indonesia telah menemukan beragam strategi penggalangan dana di antara kelompok teror, seperti yang tercermin dari penggerebekan sebuah sel penggalangan dana teror baru-baru ini di Medan, Sumatra.

“Yang mengejutkan, aset mereka tidak hanya dibeli dengan uang yang mereka dapatkan dari perampokan, tetapi juga dari kejahatan melalui Internet dimana mereka berhasil membajak beberapa situs web perusahaan pemasaran bertingkat,” kata Ansyaad Mbai, pemimpin Badan Nasional Penanggulangan Terorisme Indonesia (BNPT), kepada para wartawan pada tanggal 20 Juni di Jakarta.

Pemerintah telah berhasil menggagalkan upaya penggalangan dana di Medan dan Solo, Jawa Tengah, namun para teroris bekerja keras untuk mencari lebih banyak lagi sumber pendapatan, katanya.

“Mereka sekarang menggunakan otak mereka untuk memikirkan jalan baru menggalang lebih banyak dana,” tambahnya.

Ansyaad berbicara setelah polisi menyita apa yang diduga sebagai aset teror di Medan bernilai hampir 8 milyar rupiah ($850.000) dalam bentuk sebuah toko, empat rumah, tiga mobil, dan tujuh sepeda motor.

Dia berkata bahwa sel yang mengumpulkan aset tersebut juga telah mendanai pelatihan paramiliter di beberapa daerah konflik dan operasi terorisme, termasuk penyerangan gereja pada September 2011 di Solo, di mana seorang pembom bunuh diri melukai hampir 30 orang.

Tertuduh yang mengarahkan polisi kepada aset itu, Rizki Gunawan, berlatar belakang akuntansi dan TI serta diduga membajak situs web untuk Investasi Online, menurut laporan Jakarta Post.

Rizki, yang ditangkap di stasiun kereta Jakarta pada awal bulan Mei, adalah satu dari lima tersangka dalam pemboman gereja di Solo, menurut juru bicara Kepolisian Nasional, Komandan Senior Boy Rafli. Dia juga telah dihubungkan dengan kegiatan militan di Poso, Sulawesi Tengah, katanya. .

“Penyelidikan awal menunjukkan bahwa kegiatan kelompok ini membiayai operasi teroris, termasuk pelatihan paramiliter di Poso,” ujar Boy.

Rizki tidak hanya ikut serta dalam pelatihan, tetapi juga berhasil menyalurkan 667 juta rupiah ($70.770) untuk membiayainya, demikian menurut dugaan Boy. Rizki tidak hanya ahli membajak, namun juga ahli merakit bom dan senjata api.

Para ekstrimis beralih ke penyelundupan narkoba untuk menggalang dana

Sementara itu, Ansyaad memberi tahu para wartawan bahwa menjamurnya industri narkotika memberikan sumber pendanaan baru bagi terorisme. Para aparat telah mengetahui tentang hubungan “narko-terorisme” sejak awal tahun 2011.

“Kelompok-kelompok teroris ini menggunakan penyelundupan narkoba ilegal untuk menggalang dana demi membiayai terorisme. Intelijen telah menemukan bahwa hal ini benar dalam kasus Fadli Sadama,” katanya kepada Khabar.

Fadli Sadama ditangkap di Malaysia pada Oktober 2010 dan diekstradisi ke Indonesia. Pada September 2011, Pengadilan Negeri Medan menjatuhkan 11 tahun penjara kepadanya karena menyalurkan senjata pada sebuah kelompok teroris yang merampok Bank CIMB Niaga cabang Medan.Dia dipercayai telah menyelundupkan amfetamin dari Malaysia untuk mendanai terorisme.

Sambil menegaskan bahwa terorisme masih merupakan ancaman besar bagi Indonesia, Ansyaad memperingatkan agar kaum muda jangan mendukung upaya penggalangan dana terorisme sekarang ini dengan menggunakan atau menjual obat-obatan terlarang dan narkotika.

Penipuan lewat Internet

Menurut Noor Huda Ismail, seorang pakar terorisme dan pendiri Lembaga Pembangunan Perdamaian Internasional, kejahatan melalui Internet telah lama menjadi cara lain bagi para ekstrimis untuk menggalang dana.

"Imam Samudra membajak rekening-rekening pelanggan bank [lewat Internet] bagi pembiayaan terorisme. Dia menyebutkannya di bukunya,” kata Noor Huda pada tanggal 9 Juli.

Sebagai salah satu dari tiga pembom Bali yang dihukum mati pada tahun 2008, Samudra menerbitkan sebuah otobiografi dari penjara pada akhir tahun 2004 yang berisi satu bab mengenai pembajakan.

Bukti dari laptopnya menunjukkan bahwa dia telah mencoba mengumpulkan uang untuk serangan tahun 2002 itu melalui kejahatan kartu kredit online, menurut kepolisian, tapi tidak jelas apakah upayanya berhasil.  

Noor Huda mengutarakan rasa frustrasinya bahwa sistim hukum belum dapat menghubungkan semua titik dalam pendanaan terorisme.

“Salah satu tantangan bagi pengadilan Indonesia adalah membuktikan keadaan itu. Sejak pemboman Bali pada tahun 2002, pengadilan belum menemukan bukti apapun, seperti tanda terima transfer dari bank, untuk membuktikan asal dana tersebut,” katanya.

Awal Tentang Kami Sanggahan +Fullsite