Khabar Southeast Asia

Tidak ada lagi “kelakuan kasar” di Yogyakarta

Oleh Yudah Prakoso untuk Khabar Southeastasia di Yogyakarta

Juli 18, 2012

Sebuah prosesi barisan becak membawa para wisatawan dari Jalan Malioboro ke Istana Yogyakarta pada tanggal 30 Juni. Peristiwa ini diselenggarakan secara teratur untuk mempromosikan pariwisata di Yogyakarta, sebuah kota Jawa yang bersejarah, di mana para pejabat pariwisata mengajarkan para pengemudi becak tentang pengetahuan komunikasi internasional yang kuat. [Arunglantara/Khabar].

Sebuah prosesi barisan becak membawa para wisatawan dari Jalan Malioboro ke Istana Yogyakarta pada tanggal 30 Juni. Peristiwa ini diselenggarakan secara teratur untuk mempromosikan pariwisata di Yogyakarta, sebuah kota Jawa yang bersejarah, di mana para pejabat pariwisata mengajarkan para pengemudi becak tentang pengetahuan komunikasi internasional yang kuat. [Arunglantara/Khabar].

Para pengemudi becak memerlukan kaki yang kuat. Di Yogyakarta, dengan banyaknya daya tarik wisatawan, mereka juga memerlukan keterampilan berkomunikasi internasional yang kuat.

Kenyataan ini disadari oleh para pejabat kota, yang baru-baru ini memberikan latihan khusus untuk para pengemudi kendaraan beroda tiga yang dijalankan dengan tenaga kaki ini, dengan judul “Motivasi, Kepribadian, dan Keterampilan untuk Pengemudi Becak”.

Acara pada tanggal 6 Juni tersebut merupakan salah satu usaha kota tersebut untuk menyambut musim pariwisata – Juni sampai September – dan untuk meningkatkan pariwisata secara umum, menurut Yulia Rustiyaningsih, kepala Kantor Pariwisata dan Kebudayaan Yogyakarta.

Becak merupakan salah satu daya tarik Yogyakarta, yang merupakan salah satu tujuan pariwisata di Indonesia. Dan para pengemudi becak berinteraksi langsung dengan para wisatawan dari seluruh dunia, katanya.

Blasius Haryadi adalah salah satu dari 300 pengemudi becak yang mengikuti pelatihan tersebut, yang dilakukan di Monumen Serangan Umum Satu Maret, sebuah tempat bersejarah di Yogyakarta.

Blasius memuji pelatihan tersebut, dengan menyatakan hal ini akan meningkatkan kepercayaan diri para pengemudi akan kemampuan mereka berkomunikasi dengan para wisatawan asing. “Tidak ada lagi kelakuan kasar,” katanya kepada Khabar Southeast Asia.

Orang Jawa biasanya ramah, tetapi salah komunikasi seringkali terjadi ketika bertransaksi sebab keterbatasan kemampuan ketika tawar menawar, kata Blasius. Selain itu, banyak pengemudi becak tidak dapat berkomunikasi dengan baik karena mereka tidak dapat berbahasa Inggris.

“(Peristiwa kasar) mulai terjadi dengan menjamurnya para wisatawan yang mengunjungi Yogyakarta, dan tentunya, beberapa pengemudi becak bertindak secara kurang terpuji,” katanya.

Becak mudah ditemui di tempat tujuan para wisatawan seperti di Jalan Malioboro, sebuah jalan pusat perbelanjaan utama, dan di Istana Yogyakarta.

“Saya menganjurkan semua rekan saya untuk memberikan pelayanan yang baik. Pemberian salam yang ramah dan beberapa panduan akan memberikan kepuasan bagi banyak wisatawan,” katanya kepada Khabar. “Saya rasa peristiwa ini sangat penting bagi kita, dan saya yakin hal ini akan meningkatkan kesan baik atas Yogyakarta baik secara nasional maupun internasional.”

Yogyakarta, sebuah kota bersejarah yang kaya dengan kebudayaan tradisional, juga mempersiapkan diri untuk musim pariwisata tersebut dengan pameran lukisan khusus, pertunjukan panggung dan minggu mode, kata Yulia.

“Dua pertunjukan telah disetujui oleh komite kami. Orkes Gamelan telah dijadwalkan untuk dilangsungkan setiap Sabtu malam di gedung Plaza Serangan Umum Satu Maret. Pertunjukan lainnya adalah Ketoprak,” katanya kepada Khabar, merujuk kepada sebuah pertunjukan tradisional Jawa.

Pariwisata sedang meningkat, dengan lebih dari 300.000 orang mengunjungi Yogyakarta sejak Mei, katanya. Tidak mengherankan, lonjakan pelancong telah menyebabkan kepadatan lalu lintas.

Hotel-hotel di daerah seperti Malioboro, Istana Yogyakarta, dan Kota Tua telah penuh dipesan, menurut Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Yogyakarta, Istidjab Danunegoro.

“Permintaan kuat di daerah pusat kota bagus bagi bisnis tapi juga meningkatkan kemacetan lalu lintas di daerah itu. “Para pengemudi becak seringkali disalahkan karena jumlah mereka meningkat, tetapi tidak ada lajur khusus bagi becak,” katanya kepada Khabar.

Blasius dengan sopan menyetujuinya. “Untuk mempromosikan pariwisata di Yogyakarta, ada banyak hal untuk dipertimbangkan. Pelatihan pemerintah untuk pengemudi becak adalah salah satunya, dan ada banyak hal lagi, termasuk mengatasi kemacetan parah di Malioboro.”

Awal Tentang Kami Hubungi Kami Sanggahan +Fullsite