Khabar Southeast Asia

Para pemuka agama Budha dan Muslim menghimbau toleransi di Myanmar

Oleh Zahara Tiba untuk Khabar Southeast Asia di Jakarta

Mei 15, 2013

Tenaga medis di pusat imigrasi di Lhokseumawe, Aceh melayani kaum Muslim Rohingya pada tanggal 1 Maret. Mereka merupakan bagian dari kelompok yang terdiri dari 184 orang yang diselamatkan oleh nelayan Indonesia di perairan Sumatra, setelah melarikan diri dari tanah air mereka. Kekerasan terhadap Muslim di Myanmar bertentangan dengan nilai-nilai Budhis, menurut seorang pemuka agama Budha di Indonesia. [Sutanta Aditya/AFP]

Tenaga medis di pusat imigrasi di Lhokseumawe, Aceh melayani kaum Muslim Rohingya pada tanggal 1 Maret. Mereka merupakan bagian dari kelompok yang terdiri dari 184 orang yang diselamatkan oleh nelayan Indonesia di perairan Sumatra, setelah melarikan diri dari tanah air mereka. Kekerasan terhadap Muslim di Myanmar bertentangan dengan nilai-nilai Budhis, menurut seorang pemuka agama Budha di Indonesia. [Sutanta Aditya/AFP]

Kaum Budha di Myanmar harus menghindari permusuhan dan konflik etnis, kata para anggota terkemuka dari Sangha di Indonesia, menegaskan bahwa Dhamma melarang kekerasan.

"Budha tidak mengajarkan kebencian dan kekerasan. Seorang biksu seharusnya tidak menghina, menyakiti, atau menyerang orang lain. Hal itu bertentangan dengan nilai-nilai Budhis. Daripada menyebarkan kebencian, jauh lebih baik untuk menunjukkan kasih sayang kepada orang lain agar mengakhiri kekerasan," kata Dhammakaro Thera, sekretaris umum dari Konferensi Agung Sangha Indonesia (KASI).

Dalam hidup ini, Dhammakaro berkata, orang tidak bisa hidup sendiri; kehadiran orang lain diperlukan untuk menciptakan kehidupan yang damai. "Orang harus hidup berdampingan dalam damai dan harmoni. Itulah inti hidup dalam toleransi," katanya kepada Khabar Southeast Asia.

Myanmar telah dilanda aksi kekerasan Budha-Muslim sejak tahun lalu, ketika bentrokan di negara bagian Rakhine barat menewaskan sekitar 200 orang, sebagian besar minoritas Muslim Rohingya.

Pada bulan Maret, lebih dari 40 orang tewas dan ribuan lainnya kehilangan tempat tinggal dalam gelombang baru kekerasan, kali ini mempengaruhi komunitas Muslim di kota Meiktila di tengah. Laporan-laporan media mengatakan beberapa biksu terlibat dalam bentrokan tersebut. Wirathu, seorang ulama garis keras yang dijuluki "Budhis bin Laden", telah disalahkan karena menyulut kebencian, meskipun ia menyangkal telah menghasut kerusuhan.

"Entah bagaimana kita harus sampai pada kesimpulan di mana tidak ada konflik religius lebih lanjut," kata Dhammakaro. "Telah terjadi konflik etnis yang lebih banyak seiring tahap peralihan yang sekarang dihadapi negeri ini dalam kehidupan demokratisnya, sebagaimana telah dialami Indonesia sebelumnya. Di sini kami yakin, para pemimpin dunia harus menjalankan peran penting mereka secara lebih baik."

Tanggapan nirkekerasan

Perwakilan KASI telah membahas situasi yang sedang berlangsung dengan perwakilan dari kedutaan Myanmar di Jakarta, kata Dhammakaro. Mereka juga mendorong upaya untuk membantu mengakhiri kekerasan, dari mengirim delegasi ke daerah konflik hingga memberikan bantuan kepada pengungsi.

KASI mengatakan akan memberikan bantuan kepada para pengungsi di daerah konflik melalui Palang Merah Indonesia (PMI), sebagai bagian dari perayaan Hari Waisak mendatang, yang diselenggarakan pada tanggal 25 Mei. KASI bekerja melalui PMI, sebagian karena Jusuf Kalla, ketua organisasi, sebelumnya telah mengunjungi daerah konflik Myanmar.

"Mengakses daerah itu sulit. Kami yakin PMI bisa melaksanakan misi tersebut," kata Dhammakaro.

Selain upaya internasional, KASI berupaya untuk memperkuat komunikasi antaragama di dalam negeri. Organisasi ini baru saja mengadakan suatu diskusi dengan para pemimpin Muslim di Yogyakarta.

"Inilah cara kita bekerja sama dengan para pemimpin agama lain untuk membantu dalam menyebarkan perdamaian," kata Dhammakaro.

KASI juga berkata kepada para biarawan setempat untuk menyebarkan kedamaian di antara dan melalui umat Budha di Indonesia.

"Mereka harus mendorong pengikutnya untuk menciptakan kehidupan yang damai. Jangan menutup diri. Bantulah umat lainnya. Itulah yang telah kami lakukan di kediaman saya di Cengkareng [Jakarta Barat]. Kami seringkali saling membantu - umat Muslim dan Kristen - untuk mengatur acara-acara keagamaan, termasuk berbuka puasa selama bulan Ramadhan, "kata Dhammakaro.

"Kita perlu lebih banyak upaya seperti ini, untuk menghindari intoleransi."

Muhammadiyah: Jihad tidak akan membantu kaum Muslim asal Myanmar

Organisasi Islam terbesar kedua di Indonesia, Muhammadiyah, telah mengirimkan surat resmi kepada Presiden Myanmar Thein Sein melalui Kedutaan Besar Myanmar di Jakarta dan telah menerima tanggapan resmi.

"Mereka mengumumkan bahwa konflik itu bersifat politik dan bukan konflik agama," kata Sekretaris Umum Muhammadiyah, Abdul Mukti, kepada Khabar.

"Kami menghimbau pemerintah Myanmar untuk mencari solusi bagi konflik tersebut. Jika konflik itu bersifat politik, carilah solusi politik. Jika konflik itu bersifat komunal, etnis, atau agama, pemerintah harus mendorong penegakan hukum. Hukum mereka yang telah membunuh orang lain dan menghancurkan tempat ibadah. Saya pikir setiap agama atau keyakinan, termasuk Islam dan Budha, mengajarkan pengikutnya untuk tidak membunuh, menyerang, atau melakukan kekerasan," katanya.

Abu Bakar Bashir, ulama Indonesia yang sedang menjalani 15 tahun penjara karena mendukung sebuah kamp pelatihan jihad, telah mengancam jihad melawan pemerintah Myanmar atas perlakuan mereka terhadap minoritas Muslim.

Mengomentari seruan jihad Bashir, Abdul mengatakan hal ini tidak berhubungan dengan situasi di Myanmar. "Ini adalah masalah dalam negeri Myanmar. Bahkan kaum Muslim di Myanmar pun telah menolak seruan tersebut," katanya.

Sementara itu, Abdul mengatakan, Muhammadiyah juga telah membantu para pengungsi yang melarikan diri ke Riau dan Sumatra Utara sambil menunggu pemerintah Myanmar untuk mencari solusi.

Awal Tentang Kami Sanggahan +Fullsite