Khabar Southeast Asia

  • English
  • Bahasa

Brunei memenjarakan tersangka teroris Indonesia

Oleh Ismira Lutfia Tisnadibrata untuk Khabar Southeast Asia di Jakarta

April 04, 2014

Petugas polisi dan staf GKPI (Gereja Kristen Protestan Indonesia) di Medan, memeriksa di tengah kerusakan yang diduga disebabkan oleh bom rakitan pada bulan Mei 2000. Awaluddin Sitorus, seorang warga Indonesia yang ditahan di Brunei, telah diduga berkaitan dengan pemboman gereja yang berlangsung di Medan 14 tahun yang lalu. [Faesal/AFP]

Petugas polisi dan staf GKPI (Gereja Kristen Protestan Indonesia) di Medan, memeriksa di tengah kerusakan yang diduga disebabkan oleh bom rakitan pada bulan Mei 2000. Awaluddin Sitorus, seorang warga Indonesia yang ditahan di Brunei, telah diduga berkaitan dengan pemboman gereja yang berlangsung di Medan 14 tahun yang lalu. [Faesal/AFP]

Pihak berwenang di Brunei Darussalam menahan tersangka anggota Jemaah Islamiyah (JI) dari Indonesia sampai dua tahun di bawah UU Keamanan Dalam Negeri (ISA) negara kesultanan tersebut.

Mereka menuduh Awaluddin Sitorus , 44 tahun (juga dikenal sebagai Ustaz Yasin, Abu Yasar, Dani dan Daniardanalin), menjalankan bisnis herbal di Brunei yang merupakan kedok bagi pembentukan tempat perlindungan dan pusat keuangan bagi JI di sana.

Pada bulan Februari, Departemen Keamanan Dalam Negeri (ISD) negara tersebut mengumumkan bahwa mereka telah menilai kegiatan ini “memiliki potensi rencana yang lebih besar bagi para anggota atau mantan anggota kelompok teroris ini untuk memasuki dan selanjutnya bermukim di Brunei.”

Rencana tersebut “akan dengan demikian mengarah pada penciptaan 'tempat yang aman' di dalam Brunei Darussalam serta pusat pembangkit keuangan bagi kelompok-kelompok teroris di luar negeri", menurut sebuah pernyataan yang diterbitkan ISD pada 26 Februari oleh Radio Television Brunei milik negara.

Awaluddin juga berkomunikasi dengan pemimpin Kumpulan Mujahidin Indonesia (KMI), kelompok teroris yang lain, dan membantu seorang "individu yang mencurigakan“ memasuki Brunei awal tahun lalu, menurut pernyataan itu.

Awaluddin menerima pelatihan militer di Afghanistan pada masa 1990-an, dan aparat Indonesia menangkapnya atas kecurigaan terlibat dalam rencana pemboman di Medan pada bulan Mei 2000, menurut pernyataan Brunei.

Menurut sebuah artikel bulan Desember 2011 di Brunei Times, Awaluddin dulu menuntut ilmu kedokteran di Pakistan. Dia mempraktikkan cara penyembuhan tradisional Islam yang dikenal sebagai bekam, yang mengambil darah “kotor” dari tubuh pasien sambil membacakan ayat-ayat Al-Qur'an.

Dia pindah ke Selangor, Malaysia, pada tahun 1997 dan memulai usahanya di Brunei pada tahun 2009.

ISD memenjarakan Awaluddin pada tanggal 21 Februari di bawah Pasal 3(1)(a) dari ISA, yang memungkinkan seseorang yang dipandang mengancam keamanan nasional ditahan selama dua tahun tanpa surat perintah, sidang atau dakwaan terhadapnya, menurut peneliti Joel Ng, seorang ahli hukum Brunei.

Penahanan Awaluddin mirip dengan kasus terduga anggota JI lainnya, Masyhadi Mas Selamat, yang dipenjara di Singapura selama dua tahun pada bulan November di bawah ISA negara itu.

“Kami telah melakukan komunikasi dengan pemerintah Brunei,“ kata Andri Djufri Said, seorang pejabat konsuler di kedutaan Indonesia di Bandar Seri Begawan, kepada Khabar Southeast Asia melalui telepon, mengacu pada penangkapan Awaluddin itu.

Namun, Brunei belum memberikan akses kedutaan kepada tersangka, kata Andri.

Kaitan dengan pemboman Medan

Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Indonesia, Ansyaad Mbai, mengkonfirmasi dugaan adanya kaitan Awaluddin dengan serangkaian rencana pemboman di Medan hampir 14 tahun yang lalu.

Awaluddin dituduh membantu Hambali, Imam Samudra, dan Faiz bin Abubakar Bafana merencanakan untuk membom tiga gereja di kota Sumatera Utara tersebut. Satu bom meledak dan melukai 33 orang, namun bom-bom yang ditanam di Gereja Katolik Kristus Raja dan Gereja Batak Protestan berhasil dijinakkan.

Awaluddin ditangkap pada tahun 2003 di Bandar Lampung, Sumatera. Dia diadili atas tuduhan terrorisme tapi dibebaskan pada bulan Juni 2004, karena kurangnya bukti dan karena rekan-rekannya masih buron.

“Sebagai orang bebas, ia memiliki kebebasan untuk bergerak sama seperti warga negara lainnya, sampai ia ditahan di Brunei,“ kata Ansyaad kepada Khabar.

Awal Tentang Kami Hubungi Kami Sanggahan +Fullsite