Khabar Southeast Asia

  • English
  • Bahasa

"Satu Alamat" potret kerukunan umat beragama

Oleh Rochimawati untuk Khabar Southeast Asia di Solo, Jawa Tengah

Juni 14, 2014

Oxi Ramadani (kiri) dan Anisa Nur Khasanah membahas pembuatan film mereka

Oxi Ramadani (kiri) dan Anisa Nur Khasanah membahas pembuatan film mereka "Satu Alamat" di Pondok Pesantren Al Muayyad, Solo. [Rochimawati/Khabar]

Oxi Ramadani, seorang santri di Pesantren Al Muayyad di Solo, merasa tertekan karena seringnya mendengar laporan tentang intoleransi di kotanya, meskipun adabermacam-macam agama.

Bersama dengan teman-temannya, Laula Sawitri Hilman, Siti Zaenab, Anisa Nur Khasanah, Yuyun Najinah Al-Kholisi dan Asyifa, Oxi menerima tawaran sekolahnya untuk membuat film dokumenter mengenai topik tersebut – yang memberi stempel citra kota kediamannya sebagai surga bagi ekstremis.

"Kami belum pernah membuat film sebelumnya. Dalam pembuatan film ini untuk pertama kalinya saya memegang kamera," kata Anisa.

Film "Satu Alamat" mengisahkan umat Muslim dan Kristen yang hidup rukun. Protagonis remajanya (juga bernama Anisa dan dimainkan oleh Oxi), menuntut ilmu di pesantren dan terganggu oleh banyak laporan mengenai ekstremis yang ditangkap di wilayahnya.

Pada akhirnya, ia menemukan kerukunan umat beragama masih ada di kotanya ketika dia menemukan bahwa Masjid Al-Hikmah dan Gereja Kristen Jawa (GKJ) Joyodiningratan secara dengan penuh rasa hormat berbagi satu alamat dan dinding di Solo. Masjid ini tidak memiliki beduk dan gereja juga tidak memiliki lonceng – sebagai pengingat bahwa agama lebih dari sekadar lambang, katanya.

"Kami ingin bangsa ini untuk sekali lagi menghormati keyakinan dan agama masing-masing. Kami ingin menunjukkan kepada dunia luar bahwa Solo benar-benar menghargai perbedaan," kata Oxi kepada Khabar Southeast Asia. "Dan juga, bahwa Solo bukan kota teroris."

Menghargai perbedaan

"Kami menganggap apa yang dilakukan para siswa Al Muayyad adalah sesuatu yang positif dlam membangun kerukunan umat beragama. Ini adalah contoh bagaimana kita bisa hidup berdampingan dengan baik, tanpa mengganggu satu sama lain," kata Pendeta Gereja Kristen Jawa Nunung Istining Hyang.

Ustad Ridho, guru di Pesantren Al Muayyad, berkata bahwa persatuan dan keragaman selalu diajarkan di sekolahnya. "Kami juga berharap bahwa kerukunan umat beragama hadir di kota-kota lain di Indonesia. Betapa indahnya bila kita saling menghormati dan menghargai," katanya.

Ridho mengatakan "Satu Alamat" dimulai dengan tawaran dari Institut Wahid dan Perhimpunan Pengembangan Pesantren dan Masyarakat (P3M) bagi para siswa yang terampil dalam produksi radio dan video dokumenter untuk menyuarakan nilai-nilai Islam yang damai dan toleran.

Film ini diputar di berbagai universitas dan di Festival Film Pelajar Pesantren 2013.

Yoyok Sunaryo, seorang warga dari Badran, berharap film ini dapat didistribusikan secara internasional "sehingga masyarakat Indonesia dan dunia tahu bahwa Solo benar-benar menghargai perbedaan dan bahwa Solo bukan sarang teroris."

Awal Tentang Kami Hubungi Kami Sanggahan +Fullsite