Khabar Southeast Asia

  • English
  • Bahasa

Kematian seorang wanita picu protes atas kelompok garis keras

Oleh Yenny Herawati dan Okky Feliantiar untuk Khabar Southeast Asia di Jakarta

Agustus 08, 2013

Para anggota Front Pembela Islam (FPI) menuntut penutupan sebuah spa di Mojokerto, Jawa Timur, selama bulan Ramadhan, pada tanggal 6 Juli. Kemarahan terhadap kelompok ini telah meningkat setelah sebuah kendaraan FPI menabrak dan menewaskan seorang wanita pada tanggal 18 Juli, setelah serangan razia di Jawa Tengah. [Saipul/AFP]

Para anggota Front Pembela Islam (FPI) menuntut penutupan sebuah spa di Mojokerto, Jawa Timur, selama bulan Ramadhan, pada tanggal 6 Juli. Kemarahan terhadap kelompok ini telah meningkat setelah sebuah kendaraan FPI menabrak dan menewaskan seorang wanita pada tanggal 18 Juli, setelah serangan razia di Jawa Tengah. [Saipul/AFP]

Ramadhan tahun ini adalah saat yang sulit bagi Front Pembela Islam (FPI), sebuah kelompok main hakim sendiri yang dikenal sering menggerebek rumah makan, kedai minum, dan bisnis-bisnis lain yang dianggap melanggar norma-norma Islam. Insiden terbaru telah menimbulkan kemarahan publik atas kegiatan kelompok ini, memaksa FPI untuk meminta maaf.

Di antara mereka yang marah dengan kelompok main hakim sendiri ini adalah warga lokal Kendal, sebuah kabupaten di Jawa Tengah. Seorang wanita guru SD, Tri Munarti, meninggal di sana pada tanggal 18 Juli ketika sebuah truk yang dikendarai oleh perusuh FPI menabrak sepeda motor yang dia tumpangi.

H. Muryono, kepala dinas pendidikan di kabupaten itu, mengatakan kematian ini merupakan kerugian besar. "Saya telah kehilangan guru terbaik di Kabupaten Kendal," katanya seperti dikutip Tribunnews.

Tokoh-tokoh di Indonesia menyerukan pembubaran FPI setelah razia Ramadhan di Jawa Tengah memicu kerusuhan, dan sebuah kendaraan FPI yang mengebut keluar dari huru-hara ini menabrak dan membunuh seorang wanita.

Insiden itu terjadi pada tengah hari, setelah anggota FPI melancarkan razia di wilayah Sukorejo. Warga daerah, beberapa bersenjatakan pentungan dan potongan kayu, berkumpul untuk mencegahnya dan bentrokan pun segera terjadi.

Pada saat konvoi kendaraan FPI mencoba keluar dari daerah tersebut, salah satunya menabrak motor yang ditumpangi guru itu, menewaskannya dan melukai empat orang lainnya. Warga yang marah membakar kendaraan itu, dan polisi setempat mengevakuasi anggota FPI dari daerah itu.

Ratusan warga Kendal menggelar aksi protes pada tanggal 23 Juli untuk berkabung atas kematian itu. Banyak orang menjunjung poster berisi kata-kata seperti "Saya Muslim, Tetapi Saya Bukan FPI ".

"Kami menuntut agar FPI dibubarkan karena mereka arogan dan berlaku seenaknya," teriak koordinator Erwin Pasule.

"Satu-satunya cara untuk menghentikan FPI adalah melalui penegakan hukum," kata ulama di Kendal, Zainal Maturi, kepada Khabar. "FPI harus mendengarkan himbauan dari pemerintah kita. Islam mengajarkan kita untuk menghormati dan mengikuti pemimpin kita. Dengan demikian, FPI harus mengikuti perintah dari pemerintah Indonesia untuk menghentikan aksi mereka sebagai 'polisi masyarakat.'"

FPI bersikap defensif

Pada tanggal 24 Juli, pemimpin FPI Habib Rizieq Shihab secara terbuka meminta maaf kepada keluarga Tri Munarti di hadapan suaminya Samsu Eko Julianto, yang mengendarai sepeda motor itu ketika ditabrak. Dia juga cedera.

"Kami menyesalkan kejadian ini dan meminta maaf atas kematiannya dan bagi mereka yang terluka," kata Rizieq. Dia menjanjikan ganti rugi keuangan bagi keluarga itu dan berjanji bahwa setiap anggota FPI yang terlibat dalam kekerasan di Kendal akan dikeluarkan dari organisasi dan menghadapi tuntutan hukum.

Tetapi permintaan maaf ini gagal untuk menenangkan kemarahan publik.

"Saya tidak pernah bisa mengerti mengapa Indonesia begitu takut kepada FPI. Mereka sangat agresif dan kasar. Dan mereka tidak memiliki apresiasi atau penghormatan untuk setiap perbedaan dalam masyarakat. Organisasi ini harus dilarang," kata Sukmanto, seorang mahasiswa berusia 26 tahun dari Kendal.

Otoritas keagamaan mengecam razia

Namun, kemarahan publik tidak hanya terbatas pada Kendal. Seruan untuk mengendalikan FPI datang dari anggota parlemen, pemimpin agama, aktivis, dan warga biasa, yang menuntut penegakan hukum yang lebih ketat terhadap kelompok itu.

"Kami mendesak pemerintah untuk membubarkan kelompok itu, yang terlibat dalam berbagai insiden vandalisme dan menunjukkan sikap tercela," Said Aqil Siradj, ketua Nahdlatul Ulama (NU), berkata mengenai FPI.

"Perilaku mereka tidak mencerminkan ajaran Islam," katanya di Jakarta Selatan pada tanggal 28 Juli.

Persis sebelum Ramadhan, Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan NU meminta semua kelompok masyarakat untuk menahan diri dari serangan razia yang berbau kekerasan, dan banyak kelompok Muslim berjanji untuk melakukannya.

Melanie Liemena Suharly, Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), berkata bahwa dia melobi para pemimpin NU dan Muhammadiyah untuk merekomendasikan kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) untuk membubarkan organisasi itu.

"Saya akan mengusulkan kepada pimpinan Majelis untuk segera berkomunikasi antara NU dan Muhammadiyah untuk membahas pembubaran FPI," katanya kepada Khabar. "Seharusnya tidak ada pelanggaran hak asasi manusia terkait dengan FPI."

Jaffar Hakim, seorang ulama Islam di Kendal, berkata kepada Khabar bahwa pemerintah seharusnya tidak perlu repot-repot untuk memperdebatkan status hukum FPI.

"Pemerintah memiliki kewenangan untuk membubarkan FPI tanpa memandang status hukumnya, terutama karena tindakan anarki mereka di Kendal dan tempat-tempat lain. Sangat penting untuk memastikan kejadian ini tidak terjadi di masa depan," katanya.

Pada tanggal 23 Juli, pemerintah mengeluarkan dua surat teguran ke FPI, memperingatkannya untuk menghentikan kegiatan yang menyebabkan gangguan dalam masyarakat, termasuk penyapuan.

Menurut polisi, tujuh orang telah ditahan dalam kerusuhan Kendal - empat warga lokal dan tiga anggota FPI.

Para tersangka "telah ditangkap, diproses, dan ditahan. Kami sedang menunggu hasil, dan kami berharap semua orang melihat proses ini, karena ini adalah bulan puasa. Jangan main hakim sendiri," kata Kapolri Timur Pradopo kepada wartawan di Jakarta.

Awal Tentang Kami Hubungi Kami Sanggahan +Fullsite